Site Network: Link | Link | Link | Blogger Skin 2.0

 

"Laysal fataa man yaqul : Hadzaa Abii. walakinnal fataa man yaqul: Ha ana Dza!"



Mana Solusinya ?

Assalamu'alaikum,


Belakang ini ada dua hal menarik yang cukup sering dibicarakan orang di internet. Yang pertama adalah terbitnya film "Fitna" di internet karya seorang politikus dan juga Islamophobic dari Belanda yang bernama Geert Wilders. Dan yang kedua adalah dampak dari terbitnya film tersebut di Indonesia.

Tentang film Fitna sendiri saya ngga bisa berkomentar banyak, selain karena saya sendiri belum yakin apakah hal itu bisa disebut sebagai film atau bukan. Juga rasanya masih banyak film lain yang lebih layak untuk dikomentari dari segi sinematografi dan segi lainnya. Kalau saya lebih suka menyebut FITNA sebagai FIlm Tanpa makNA. Karena setelah melihat film tersebut saya justru tidak bergairah untuk membantahnya tapi justru malah kasihan dengan sang pembuat film.

Pertama, dia harus mati-matian "berjuang" dengan jalan pintas plus murahan untuk mendapatkan nama di partainya dan berharap mendapat dukungan dari partai lain. Kedua, ternyata hasilnya tidak seperti yang dia harapkan walaupun pengadilan Belanda memutuskan bahwa Wilders tidak melanggar hukum Belanda. Tidak terlalu mengejutkan karena memang begitulah hukum Barat. The freedom of expression, they say. Did they think a freedom really has no limit at all ?...Sick. Jadi akankah Geert Wilder berakhir seperti Theo Van Gogh ? Cuma Allah yang mengetahui. We'll see

Side effect

Ini dia topik yang paling sering saya temui akhir-akhir ini di internet. Semenjak pak menteri Moh. Nuh mengeluarkan dan mengirimkan surat saktinya ke para provider internet dan juga Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan juga Asosiasi Warnet Indonesia (AWARI), keluhan mulai banyak berdatangan. Beberapa teman mengeluh bahwa mereka sudah tidak bisa lagi buka situs youtube, metacafe, rapidshare dan bahkan multiply. Saya bisa mengerti dan memaklumi sikap tegas pak Nuh dengan kejadian ini dan bahkan perlu saya acungi jempol untuk niatnya. Tapi niatnya aja lho ya, karena cara yang beliau pakai belum tentu tepat.

Banyak yang mengatakan atau menganalogikan bahwa apa yang pak Nuh lakukan ini bagaikan membunuh nyamuk yang berukuran kecil dengan menggunakan granat. Tentu bukan nyamuknya saja yang terkena ledakan tapi juga mahluk-mahluk lain disekitarnya. Analogi ini cukup menarik karena perlu kita akui bahwa apa yang dilakukan Geert Wilders dengan FITNA nya itu hanyalah setitik noda di dalam kain putih yang berukuran tak terhingga. Kalau kita mau menengok ratusan tahun ke belakang dan melihat apa yang dilakukan para orientalis terhadap Islam, bisa jadi darah kita akan lebih mendidih. Tapi itu semua tidak membuat Islam berkurang nilai kemuliaannya. Istilah singkatnya “Al Islamu Ya’lu Wala Yu’la ‘Alaih”. Go translate :)

Nah solusi yag ditawarkan pak Nuh tadi ternyata menimbulkan masalah baru, yaitu mulai banyaknya suara-suara yang memprotes kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Seharusnya memang ada cara lain untuk memblock situs-situs. Misalnya pemerintah diusulkan melakukan pemblokiran secara terpusat, tidak di sentral ISP, tapi langsung menuju penyedia akses jaringan atau Network Access Provider (NAP). Selain itu, pemerintah juga diusulkan untuk membuat penyaring nama domain (DNS Filtering).

Dan inilah solusi yang ditawarkan oleh APJII dan AWARI bahkan mereka siap untuk membantu. Hanya saja pemerintah harus membangun server dengan kapasitas memori yang besar dan menyediakan sumber daya manusia yang memadai. Dan ini diperkirakan akan memakan biaya sebesar 100 juta. Harga yang cukup murah bagi pemerintah kan ? Kita tunggu saja hasilnya yang semoga tidak menimbulkan masalah baru di depannya.


Wassalamu'alaikum


Maraji' :

- detikinet.com
- romisatriawahono.net



[get this widget]

posted by Indra @ 10:28 PM, ,