Site Network: Link | Link | Link | Blogger Skin 2.0

 

"Laysal fataa man yaqul : Hadzaa Abii. walakinnal fataa man yaqul: Ha ana Dza!"



Hermeneutika, sebuah jawaban ?

Hermeneutika, sebuah jawaban atau.....dagelan ?


Tulisan ini juga dimuat di Hidayatullah.com dengan berbagai perubahan.

Assalamu'alaikum,


Hari Sabtu yang lalu tanggal 25 Februari saya berkesempatan untuk hadir dalam seminar yang bertajuk "Pro-Kontra Hermeneutika sebagai Manhaj Tafsir" yang diadakan di gedung Pusat Studi Qur'an (PSQ) di jalan Fahrudin, Tanah Abang. Acara yang dimulai pukul sembilan pagi itu menghadirkan tiga pembicara yaitu,

1). Dr.H. Yunahar Ilyas, Lc, M.A.g, staf pengajar fakultas agama Islam dan Magister studi Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan pengasuh tetap tafsir Al-Qur'an pada majalah mingguan Suara Muhammadiyah, Yogyakarta.
2). Dr. Andi Faisal Bakti, dosen Ilmu Komunikasi pada fakultas Dakwah dan Komunikasi dan program pascasarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Mengambil gelar doktoralnya di McGill University, Canada tahun 2000 dan juga seorang peneliti di International Institute for Asian Studies (IIAS), Leiden, The Netherlands.
3). Prof Dr H Nasaruddin Umar, MA, Guru Besar dan dosen Progam Pascasarjana IAIN Syarief Hidayatullah Jakarta.

Saya baru bisa hadir dalam seminar itu sekitar jam setengah sepuluh dan ketika itu yang sedang menyampaikan presentasinya adalah Dr.H. Yunahar Ilyas, Lc, M.A.g. Beliau menyampaikan seputar sejarah Hermenutika yang berasal dari tradisi penafsiran Bible. Menurutnya Bible sejak awal memang sudah bermasalah dengan teksnya, oleh karena itu perlu pendekatan secara kontekstual dan dilihat dari sosio-historis si penulis dalam menafsirkan Bible.

Metode Hermeneutika ini dapat mengajak pembaca suatu teks untuk memahami isi teks tersebut lebih baik daripada si penulis teks. Seperti kita ketahui, Bible mempunya beberapa penulis yang dianggap mendapat inspirasi dari roh kudus seperti Markus, Yohannes, Matius dan sebagainya. Oleh karena itu heremeneutika ini dianggap bisa membuat si pembaca teks lebih mengerti dibandingkan si pembuat teks.

Sedangkan untuk al Qur'an, semua umat muslim di seluruh dunia mengakui bahwa kitab ini adalah kalamullah. Lafaz dan maknanya adalah dari Allah (lafdzan wa ma'nan minallah), yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw melalui perantara Jibril. Sehingga metode hermenutika ini tidak cocok untuk diterapkan dalam menafsirkan al Qur'an. Karena apakah kita bisa untuk memahami al Qur'an lebih baik daripada Yang membuat teks al Qur'an tersebut, yaitu Allah SWT ? Naudzu billah min dzalik.

Presentasi kedua disampaikan oleh Prof Dr H Nasaruddin Umar, MA. Beliau dalam menyampaikan pendapatnya terkesan bersikap di tengah-tengah. Artinya beliau sebagian menyetujui penolakan yang dilontarkan oleh pembicara pertama terhadap Hermeneutika dan sebagian lagi menyetujui metode Hermeneutika. Prof Dr H Nasaruddin Umar, MA intinya mengatakan bahwa sebaiknya umat muslim tidak perlu apriori terhadap metode ini, karena metode ini tetap dapat digunakan dalam menafsirkan teks lain selain al Qur'an, misalnya teks tafsir. Karena tafsir ini masih buatan manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka metode Hermeneutika ini masih bisa diaplikasikan pada teks-teks tafsir tersebut.

Presentasi ketiga disampaikan oleh Dr. Andi Faisal Bakti. Rupanya beliau inilah yang cukup ditunggu-tunggu oleh para audiens seminar. Sesaat setelah berada di podium untuk menyampaikan presentasinya, beliau mengakui bahwa dirinya adalah termasuk yang pro atau menerima metode Hermeneutika dalam penafsiran al Qur'an. Beliau menjelaskan bahwa keinginan menggunakan metode ini adalah karena menurutnya, tafsir-tafsir yang ada sekarang berada dari zaman klasik sehingga tidak mampu menyaingi perkembangan zaman masa kini, maka tidak heran umat muslim sampai sekarang tidak atau belum mampu menyaingi Barat dalam berbagai sisi.

Misalnya dalam makalah yang ditulis oleh pak Andi, beliau dalam menafsirkan surat an Nur ayat 31 tentang jilbab, disitu yang tertera adalah kata juyub atau sekitar wilayah dada wanita (maaf) saja yang disebutkan mesti ditutup dan tidak menyebutkan bagian lain seperti kepala, leher, kuping dan lainnya oleh karena itu bagian yang lain tidak terlalu penting untuk ditutupi dan yang terpenting menurut beliau adalah bagian juyub nya. Logika apakah ini ? ini sama saja seperti logika dari IAIN Semarang yang membuat buku "Indahnya Nikah Sesama Jenis" dan mendukung kawin sesama jenis karena di Qur'an tidak ada larangan itu. Seperti kata Adian Husaini, di Qur'an juga tidak ada larangan nikah dengan monyet, lalu apakah mereka nanti akan membuat buku "Indahnya Menikah Dengan Monyet" ?

Alumnus dari McGill, Canada itu juga mengatakan bahwa Hermeneutika ini dikatakan sebagai penyelamat kaum wanita. Berkali-kali beliau mengatakan kalimat-kalimat yang cukup mengandung "feminisme", dan terlihat seperti berusaha untuk memprovokasi kaum wanita di ruangan seminar tersebut, misalnya dengan seringnya beliau mengatakan bahwa wanita harus terus berjuang untuk mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, wanita tidak boleh kalah dengan laki-laki. Ternyata beliau pun cukup sering memutarbalikkan ayat-ayat Al Qur'an dengan bahasa-bahasa yang sebenarnya cukup sulit untuk dimengerti oleh para audiens. Misalnya pak Andi mengatakan bahwa ayat itu (saya lupa ayatnya) seharusnya tidak memakai titik karena dulu al Qur'an tidak ada tanda bacanya.

Itu terbukti ketika setelah ketiga pembicara menyampaikan makalahnya. Moderator menunjuk tiga orang dari audiens untuk tanya jawab dengan para pembicara. Salah satunya ada seorang bapak yang sebagian rambutnya telah memutih dan memakai baju koko, beliau terlihat sederhana sekali. Tangan bapak itu terlihat bergetar ketika memegang mic seperti gugup. Beliau memberikan tanggapan-tanggapan sebanyak tiga point utama yang cukup memperlihatkan bahwa dia adalah salah seorang yang kontra dengan metode Hermeneutika.

Yang menarik adalah ketika bapak itu memberikan point yang ketiga, yaitu beliau meluruskan penafsiran yang dilakukan oleh Dr. Andi Faisal Bakti. Bapak itu mengatakan bahwa pak Andi telah melakukan kesalahan yang cukup fatal dalam membuang titik dalam suatu ayat (saya lupa ayat apa), karena apabila titik itu dibuang maka artinya apabila digabung dengan kalimat sebelumnya akan menjadi sangat tidak pas dalam susunan kalimatnya. Bapak itu memberikan contohnya yang kemudian disambut tepuk tangan riuh para audiens. Ketika mic nya dikembalikan ke depan, moderator pun mengucapkan, "Terima kasih kepada bapak......., perlu kita ketahui bahwa beliau adalah seorang guru besar ilmu tafsir al Qur'an di sebuah Perguruan Tinggi". Serentak para audiens pun berkata, "Ooo...pantes...".

Setelah sesi tanya jawab, giliran Dr. Quraish Shihab yang memberikan pernyataan. Beliau banyak memberikan saran agar para sarjana-sarjana muda yang belajar di Barat agar lebih berhati-hati dalam menggunakan metodologi yang digunakan dalam menafsirkan teks terutama teks al Qur'an. Walaupun ada anggapan bahwa beliau kurang tegas dalam masalah jilbab dan ini bukan berarti bahwa beliau tidak mewajibkan. Terlihat dari pemaparan beliau, bisa dikatakan beliau cukup kontra dengan metode Hermenutika ini dan bahkan mengeluarkan beberapa pernyataan yang sedikit menyentil para penganut Hermeneutika termasuk pak Andi Faisal.

Setelah pak Quraish memberikan tanggapan, giliran tiga pembicara tadi memberikan tanggapan balik atas pertanyaan-pertanyaan dari tiga audiens tadi dan pernyataan pak Quraish. Satu persatu, masing-masing pembicara memberikan tanggapan setiap pernyataan dari para audiens dan pak Quraish dengan baik dan lancar. Yang cukup menarik adalah setelah pak Andi memberikan tanggapan atas tiga audiens tadi, ketika giliran menanggapi pernyataan pak Quraish, pak Andi sambil senyum dan dengan raut wajah yang sedikit segan mengatakan, "Maaf, saya tidak bisa menjawab atau menanggapi pernyataan pak Quraish". Para audiens kembali dibuat tertawa oleh ulah alumni dari McGill, Canada tersebut.

Setelah itu acara selesai dengan penutupan dari moderator yang intinya mengatakan bahwa penilaian buruk atau baik dari penggunaan metode Hermenutika ini sebagai manhaj tafsir dikembalikan kepada para hadirin. Seorang bapak disamping saya bergumam sambil beranjak dari tempat duduknya mengatakan, "Ya sudah jelas toh gimana penilaiannya....". Saya jadi berpikir, hermeneutika yang diagung-agungkan oleh pengusung Islam Liberal ini apakah sebuah jawaban ataukah sebuah dagelan ? mengingat di seminar itu para audiens lebih banyak tertawanya dibandingkan manut-manut tanda setuju. Kalau ini memang dianggap dagelan, jelas ini bukanlah dagelan yang lucu.


Wassalamu'alaikum


[get this widget]

posted by Indra @ 8:38 AM,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home